Skip to main content

Dalil Bidah Hasanah

Sejak dari jaman dulu kala, ulama ahlu sunah waljamaah telah menjelaskan konsep pembagian bidah menjadi bidah hasanah dan bidah sayyiah lengkap dengan dalilnya.

Bidah hasanah adalah sesuatu yang tidak ada dijaman nabi namun berada dibawah naungan syariat dilihat dari segi keumuman dalil. Bidah sayyiah adalah sesuatu yang tidak ada dijaman nabi dan bertentangan dengan al-quran, hadits dan ijma’.

Namun wahhabi menolak pembagian tersebut. Mereka bilang bidah tidak boleh dibagi. Nabi bersabda setiap bidah adalah sesat. Nabi yang maksum tidak membagi bidah. Namun ulama yang tidak maksum membagi bidah. Apakah anda akan memilih pembagian ulama yang tidak maksum dan meninggalkan sabda nabi yang maksum?

Seperti itulah pertanyaan retorika wahhabi untuk menjebak umat islam agar mengikuti mereka. Namun sayang mereka tidak konsisten. Sebab pada kenyataannya mereka sendiri membagi bidah. Saya telah mengumpulkan fatwa ulama wahhabi yang membagi bidah dalam artikel berjudul Pembagian Bidah Fersi Wahhabi.

Melihat realitas itu, ahirnya wahhabi mengakui bahwa bidah boleh dibagi. Tentu saja pengakuan ini meruntuhkan pendapat mereka sendiri yang menolak pembagian bidah.

Alih-alih menyadari kesalahannya dan minta maaf kepada umat islam, wahhabi malah mencari celah untuk menutupi kesalahan tersebut sambil menyalahkan orang lain dan berkata: “Memang bidah boleh dibagi jika ada dalilnya. Pembagian bidah menjadi hasanah dan sayyiah tidak memiliki dalil. Jadi pembagian itu adalah pembagian yang salah.” Begitu kata wahhabi.

Dalil Pembagian Bidah Menjadi Bid’ah Hasanah dan Sayyiah

Saya tidak tahu harus berapa kali kita tunjukan dalil pembagian bidah menjadi hasanah dan sayyiah. Sekali lagi kita jelaskan bahwa kalimat “kullu” dalam hadits “kullu bidah dholalah” itu bersifat umum yang bisa di takhsis.

Ooo tidak... tidak. Saya bukan Ulama dan juga bukan ustad. Saya hanya santri jadi kagak paham masalah bidah.

Mari kita simak penjelasan Imam Nawawi dalam Syarah Muslim.
"وكل بدعة ضلالة" هذا عام مخصوص والمراد غالب البدع
Artinya: “Semua bid’ah adalah sesat”, ini adalah teks umum yang di takhsis. Maksudnya adalah sebagian besar bid’ah itu sesat. {Syarh Shahih Muslim, juz 6, hal. 154}

Adapun yang mentakhsisnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui Jarir Bin Abdulloh sebagaiberikut:

مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ

Artinya: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan memperoleh pahalanya serta pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang memulai perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim [1017]).

Ketika mengomentari hadits ini, Imam Nawawi berkata:
وفي هذا الحديث تخصيص قوله كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
Artinya: “Hadits ini mentakhsis sabda Nabi setiap hal baru bidah dan setiap bidah sesat.” {Syarh Shahih Muslim, juz 7, hal. 104}

Oleh karena itu Imam al-Nawawi nawawi membagi bidah menjadi dua; bid’ah hasanah dan bid’ah qabihah. {Tahdzib al-Asma’ wal-Lughat, juz 3 hal. 22}

Bantahan Dan Tanggapan

Kata wahhabi hadits “Man Sana Sanatan Hasanah” bukan dalil bidah hasanah sebab:

1. Asbab wurud hadits adalah soal sedekah. Sedangkan sedekah diperintahkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, maka sedekah merupakan sunnah hasanah, bukan bid’ah.
Tanggapan:

Jika kita pahami sunnah dalam hadits di atas sebagai sunnah Rasulullah, maka bagaimana kita memahami lanjutan hadits tersebut :
وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً
Perhatikan kata-kata “ Sunnatan sayyiatan “, apakah ada sunnah Nabi yang buruk?
Dari segi nahwu saja lafadz “ Sunnatan Hasanatan “ adalah nakirah yang berfaedah umum, terlebih siyaqul kalamnya ada lafadz “Man“ yang menjadi syarat yang lebih memberikan faedah keumuman.

Ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan sunnah dalam hadits tersebut bukanlah sunnah Nabi akan tetapi makna sunnah secara bahasa yaitu merintis suatu jalan.

*** Mikiiiiir***

2. Makna “man sana” dalam hadits adalah menghidupkan sunah nabi yang telah ditinggal. Adapun maksud hadits tersebut adalah; beramal dengan apa-apa yang telah ditetapkan dalam sunnah nabawi.

Tanggapan:

Jika makna “sana” dalam hadits adalah menghidupkan sunah nabi maka anda harus menuduh seluruh sahabat telah meninggalkan bersedekah dijaman nabi. Kemudian ada seorang sahabat yang menghidupkannya kembali sehingga nabi bersabda “Man sana filislami sanatan hasanah.”

Akan tetapi mustahil sahabat meninggalkan sunah Nabi apalagi sunah berupa sedekah. Sebab kita semua tahu mereka dari sejak awal senantiasa senang bersedekah. Maka sangat tidak tepat jika “man sana” di maknai menghidupkan sunah yang telah ditinggalkan.

***Wahhabi Flonga-flongo****

3. Hadits nabi mustahil saling bertentangan. Sabda Rasulullah saling mendukung antara satu dengan yang lainnya, dan tidak mungkin adanya suatu perkataan yang mendustakan ucapannya yang lain. Tidak mungkin pula perkataan beliau saling bertentangan. Dengan alasan ini, maka tidak boleh kita mengambil satu hadits dan mempertentangkannya dengan hadits yang lain. 

Tanggapan:

Memang hadits nabi tidak saling bertentangan. Justru saling mendukung. Menjadikan hadits man sana sebagai dalil adanya bidah hasanah sama sekali tidak bertentangan dengan hadits kullu bidah dholalah. Sebab Ke umuman hadits “man sana” mentakhsis keumuman hadits “kullu bidah dholalah.”
Ketika mengomentari hadits “man sana”, Imam Nawawi berkata:
وفي هذا الحديث تخصيص قوله كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
Artinya: “Hadits ini mentakhsis sabda Nabi setiap hal baru bidah dan setiap bidah sesat.” {Syarh Shahih Muslim, juz 7, hal. 104}.

*** Wahhabi ra dong***

4. Bahwasanya Nabi  mengatakan مَنْ سَنَّ  (barangsiapa membuat sunnah), beliau tidak mengatakan مَنِ ابْتَدَعَ  (barangsiapa yang membuat bid’ah). Juga mengatakan  فِي اْلإِسْلاَمِ  (dalam Islam). Sedangkan bid’ah bukan dari ajaran Islam. Beliau juga mengatakan  حَسَنَةً  (yang baik). Dan perbuatan bid’ah itu bukanlah sesuatu yang hasanah (baik).

Tanggapan:

Anda benar. Namun anda belum selesai membaca hadits itu. Coba cermati kalimat selanjutnya:
وَمَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً
Apakah dalam islam ada sunah sayyiah?

***Mikiiiiiiiiiiir***

5. Tidak satupun kita dapatkan keterangan yang dinukil dari salafush shalih menyatakan bahwa mereka menafsirkan Sunnah Hasanah itu sebagai bid’ah yang dibuat-buat sendiri oleh manusia.

Tanggapan:

Apa anda pikir ada salaf sholih yang menyatakan bahwa Makna “sana” dalam hadits di atas adalah menghidupkan sunah nabi yang konsekwensinya anda harus menuduh nabi telah membuat sunah sayyiah sebab nabi bersabda “man sana filislami sunatan sayyiah”. Anda harus menuduh sahabat nabi telah meninggalkan sedekah kemudian ada seorang sahabat yang mulai menghidupkannya kembali.

*** Wahhabi flonga-flongo***

Comments

  1. Artikel yang bagus, semoga Alloh SWT memberi barokah kepada Anda...
    by :
    layanan aqiqah solo

    Barokallohufiyk...

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Nabi Muhammad Mempersaudarakan Muhajir dan Anshor

Persaudaraan  Muhajir dan Anshor Madinah yang saat itu bernama Yatsrib merupakan fase  baru  dalam hidup Nabi Muhammad . Di sini dimulainya suatu fase politik yang telah diperlihatkan oleh Muhammad dengan segala kecakapan, kemampuan dan pengalamannya, yang akan membuat orang jadi termangu, lalu menundukkan  kepala  sebagai  tanda  hormat  dan  rasa  kagum. Tujuannya yang pokok akan mencapai Yathrib - tanah airnya yang baru - ialah meletakkan dasar kesatuan politik dan organisasi, yang  sebelum  itu  di  seluruh  wilayah  Hijaz belum dikenal; sungguhpun jauh sebelumnya di Yaman memang sudah pernah ada. Sekarang Nabi Muhammad bermusyawarah dengan kedua wazirnya  Abu  Bakr dan  Umar  -  demikianlah  mereka dinamakan. Dengan sendirinya yang menjadi pokok pikirannya yang  mula-mula  ialah  menyusun barisan  kaum Muslimin serta mempererat persatuan mereka, guna menghilangkan segala  bayangan  yang  akan  membangkitkan  api permusuhan  lama di kalangan mereka itu. Strategi Nab

Melaksanakan Sholat Jum'at Di Jalan Raya, Bagaimana hukumnya?

Persoalan Melaksanakan Sholat Jum'at Di Jalan Raya, saat ini banyak dibicarakan di medsos. Mereka mencoba menjawab pertanyaan Bagaimana hukumnya? Ilustrasi Jawaban Tidak ada yang mensyaratkan sholat jum'at harus di dalam masjid selain madzhab Maliki. Madzhab Syafii yang diikuti oleh mayoritas warga Indonesia, tidak melarang sholat jum'at di luar masjid. Itu artinya, sholat jum'at di jalan raya tetap sah. Berikut ta'bir dalam kitab-kitab madzhab syafii: قال في حاشية الشرواني على تحفة المنهج قول المتن في خطة أبنية...... الخ اي وان لم تكن في مسجد. اھ وقال في مغني المحتاج على المنهاج ص ٤١٧ جز اول في قول المتن( أن تقام في خطة أبنية أوطان المجمّعين) اي وان لم تكن في مسجد. اھ وقال في شرح المحلي على المنهاج ص ٢٧٢ جز اول   في قول المتن ( أن تقام في خطّة أبنية أوطان المجمّعين) لأنها لم تقم في عصر النّبيّ صلى اللّه عليه وسلّم والخلفاء الراشدين إلاّ في مواضع الإقامة كما هو معلوم وهي ما ذكر سواء فيه المسجد والدّار والفضاء ..اھ قال

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu

Tafsir Surat An-Nisa : 47 Tentang Hari Sabtu , - Dalam al-quran, diahir surat anisa’ ayat 47 terdapat kalimat (yang artinya) “atau kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari sabtu...” Di sana terdapat kalimat hari sabtu dan tentunya ini melahirkan pertanyaan tentang hari sabtu dan itulah yang ditanyakan oleh member grup Fiqih Madzhab Syafi’i yang saya dirikan di facebook. Berikut pertanyaan tentang Tafsir Surat An-Nisa Ayat 47 Tentang Hari Sabtu. Alam Poetra Losariez السلا م عليكم .... Mohon penjelasan para alim,ustadz,ustadzah . Dalam surat an_nisa ayat 47 (d terakhir surat )yangg ber bunyi : ٠٠٠٠اونلعنهم كما لعنا اصحب السبت وكان امرالله مفعولا(٤٧) “... ataw kami laknat mereka sebagaimana kami melaknat orang-orang(yang berbuat maksiat) pada hari sabat(sabtu).dan ketetapan bagi allah pasti berlaku(Q,S an_nisa ayat 47) Pertanyaannya ... : ada apa dengan hari sabtu ? apakah hari sabtu hari yang d istimewakan a